Teratai Paniai, Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) didirikan sejak tahun 198an ini tampaknya dibiarkan dari pemerintah melalui dinas perindustrian dan dan sumber daya energi Kabupaten Paniai. PLTA dengan sumber kekuatan turbin mencakub dua Kecamatan yakni Agadide dan Kecamatan Ekadide ini dikelola secara swadaya oleh masyarakat setempat.
Kru Teratai Paniai mengungkap bahwa sumber daya alam (SDA) terbarukan yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat setempat ini, perlu ada penanganan, dan pengawasan yang lebih optimal dari pemerintah setempat untuk menjamin kelangsungan hidup kebutuhan akan energi. Misalnya “ pengawasan akan alat mesin, tempat penyimpanan mesin maupun pengawasan umum lain harus dijamin baik.
Dipertanyakan adalah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang ada ini diperuntungkan kepada siapa saat ini ?. Pemerintah atau warga masyarakat penjaga tanah adat di Desa Toyaimuti.
Hasil survai membuktikan bahwa yang menikmati PLTA adalah kelompok Tentata Nasional Indonesia (TNI), Asrama Kepolisian Sektor Agadide, warga pendatang serta rumah - rumah dinas Kecamatan Agadide.
Seharusnya penyaluran penerangan kepada warga Desa Toyaimutu, warga Desa Abatadi dan beberapa kampung kecamatan Ekadide. Tujuan kehadiran PLTA adalah untuk diperuntungkan bagi warga penjaga sumber daya alam (SDA) untuk kebutuhan akan penerangan. Namun hingga saat ini warga hanya mencium aroma penerangan dari sudut desa kegelapan.
Penerangan 24 Jam perhari ini menguntungkan bagi kelompok berstatus pegawai negeri sipil. Padahal kebutuhan warga akan penerangan semakin besar, misalnya memudahkan aktivitas belajar bagi anak – anak sekolah. Namun hingga kini warga kelas menengah bawah tak mampu membiayai pungutan biaya perbulan sehingga dipersulit.
Pajak yang dipungut juga tak jelas karena segi manajemen kepengurusan juga tak menjamin sehingga ada itikad mengorbankan bagi warga penjaga alam Toyaimutii dan sekitarnya.
Ada baiknya PLTA yang sejak lama beroperasi ini diambil oleh pemerintah daerah untuk menjamin kebutuhan akan energi bagi warga dan beberapa daerah sekitarnya. Kebijakan pemerintah daerah yang tidak pro rakyat ataukah meman tak tahu keberadaan PLTA ini.
Selain ini, PLN milik swasta yang ada di Wilayah Enarotali ini mengkeruk dana sepanjang tahun mencapai puluhan hingga miliaran rupiah. Pajak bayar mahal, penerangan tidak berjalan lancar hingga giliran jeda 7 jam per hari.
Perbandingan sangat jauh, PLN dan PLTA tadi,misalnya soal penerangan, PLTA di Toyaimuti penerangan selama 24 jam sepanjang hari, dan PLN perengan hanya 18 jam. PLN kerugian besar ketika mesin tidak berfungsi.
Selain ini, bahan bakar minyak pun diimpoar dari luar Papua. PLTA sumber dari sumur sendiri. pengoperasian sudah sejak lama hingga kini masih berjalan lancar dan baik. Ini adalah sumber daya alam terbaruhkan yang diperuntuhkan bagi warga setempat.
PLTA di Toyaimuti adalah satu diantara sekian sumber – sumber mata air yang telah dimanfaatkan untuk kebutuhan energi. Namun masih banyak yang belum dimanfaatkannya.Untuk itu perlu diprioritaskan SDA yang ada ini.
Hingga kini penerangan dan energi menjadi masalah serius yang sedang hadapi oleh warga Paniai,dan masih banyak masalah yang harus ungkapnya. Warga 10 Kecamatan tidak menjamin dalam waktu singkat ini akan ada solusi. Untuk menjawab tuntutan ini kembali ke sumder daya alam (SDM) yang ada disekitar Paniai.
Post a Comment