0
Foto : Truk PT.FI mengangkut  Batu di Tembagapura
Opini (TP)--Polemik pencatutan nama presiden dan wakil presiden Republik Indonesia terkait perpanjang kontrak PT. Freeport Indonesia membuka mata rakyat hingga politik nasional Indonesia memanas. Dukungan rakyat dengan pencatutan tersebut, kelompok lain melakukan aksi terbuak membuat sebuah petisi untuk komandan legislatif legowo (mundur) dari jabatan yang ia embang. Selain ini, menarik simpati rakyat dua saluran TV Nasional yaitu (TV One) dan televisi nasional (Metro TV) beramai – ramai dan mengutak atik pemberitaan kepada khalayak. 

Disini hal yang menarik dari perkara pecatutan bukan hanya kode etik yang dipersoalkan akan tetapi dua kubu (Sudirman VS Novanto) berupaya menyelamatkan kontrak karya yang notabene akan berkahir pada tahun 2021. Meringkas berdasarkan pelapor, terlapor dan hingga saksi- saksinya.

Pendekatan Pada Eksekutif

Benarkah dalam tubuh eksekutif (pemerintahan) itu sendiri telah mewujudkan karakter building untuk mendukung loyalitas terhadap pemimpin dan memberikan amanah yang baik sebagai pemimpim nasional?. 

Pengaduan dugaan pelanggaran kode etik pelapor menteri energi sumber daya mineral (ESDM) kepada lembaga kehormatan DPR RI untuk menggugat Drs Setya Novanto awal dari pemburu rente ?, "belum tentu".
 
Pengaduan tersebut intervensi pihak eksekutif kepada lembaga legislatif. Menteri ESDM awalnya ingin dipercepat perpanjang masa kontak PT.FI padahal  bertentangan dengan undang - undang minerba.

Dalam surat menteri ESDM yang diseberluaskan di dunia maya "tertulis ada empat point, salah – satunya perubahan undang – undang minerba No.4 tahun 2009 terkait perpanjangan masa kontrak kerja dipercepat tanpa alasan yang mendasar, sedangkan isi undang – undang tersebut bertentangan dengan undang – undang yang disahkan pemerintahan sebelumnya. 

Upaya – upaya pendekatan yang dilakukan oleh pemilik perusahaan (James Bob Mofet) dan Presiden PT.FI itu tidak terima oleh Presiden Indonesia (Joko Widodo) yang disampaikan melalui menteri ESDM tersebut. Tanpa persetujuan pemimpin yang seharusnya ia hormati, mala diam – diam mengajukan surat permohonan kepada Komisi VII, Dewan Perwakilan Rakyat, Republik Indonesia (DPR RI). Surat tersebut ditolak oleh pihak senator komisi VII, di Senayan. 

Revolusi mental yang diagungkan oleh pemerintah jauh dari harapan dan seperti adanya kolusi dibalik pembahasan kode etik, yang mana intervensi pengubahan undang – undang minerba. Pengubahan undang – undang diatas atas desakan pihak ketiga (pemilik saham). Dalam media masa menyiarkan surat yang dikirim oleh pihak pemilik saham.

Pendekatan pada Legislatif

Sebuah video berdurasi 120 menit yang diduga pertemuan Setya Novanto dan Presidir  (Maroef) menunjukan bahwa upaya pelolosan pengubahan undang – undang minerba yang telah disahkan pada tahun 2009 lalu.

Pencatutan nama presiden memang melanggar kode etik anggota legislatif, akan tetapi ada positif dibalik permintaan 20% atau satu saham dari PT.Freeport Indonesia. Nilai positif yang dipetik “berani meminta” saham milik perusahan Amerika itu dengan permintaan yang besar, sekalipun pertarungan jabatan yang ia duduki. 

Permintaan Pak Setya Novanto "melebih" maka presiden PT.FI memberikan hasil rekaman tersebut kepada pemerintah melalui menteri ESDM. Disinilah kong kalikon, geng- geng mulai nampak untuk membenarkan diri.

Jika terlapor Novanto melanggar kode etik "legowa" Ketua DPR RI maka, Sudirman Said pula "resulff" dari jabatan.

Otak pencatutan nama baik presiden ialah SS. Dengan alasan yang kuat ia, mendorong UU No 4. 2009 tanpa alasan yang kuat. "diperiksa".

Setelah Papua Barat integrasikan ke dalam Indonesia, kekayaan alam menjadi alat pegadaian kepada kelompok kapitalis modern. Salah – satu pegadaian adalah tambang emas di Timika – Papua yang hingga kini pemilik ulayat menjadi penontong dan buru diatas tanah sendiri, atas perampasan wilayah ini.

Pada hal dalam mukadina Republik Indonesia pasal 33 ayat 3 mengatakan “kekayaan alam yang terkandung dalamnya, dikuasai oleh negara untuk kemakmuran sebesar- besarnya bagi rakyat”. Benarkah kekayaan alam itu dikuasai oleh negara dan telah makmurkan rakyat di Indonesia konteks PT. Freeport Indonesia, ataukah kita hanya cium bau emas saja. Hanyalah royalti (pajak) yang kita terima mencerminkan bangsa ini tak mampu mengelola sumber daya alam (SDA) yang ada.

Undang - undang ini lebih cocok dirubah kalimat seperti ini “kekayaan alam yang terkandung didalamnya diserakan kepada para kapitalis neoliberal dan pemerintah cukup untuk hasil royalti”. Fakta menunjukan bahwa hasil sumber daya alam (SDA) yang ada diserahkan kepada kelompok perusahaan asing, seperti misalnya MIFEE, PT.FI, BIFI, LNG Tanggu dan masih banyak perusahaan asing berkeliaran di Indonesia.

Kontrak di Berhentikan 

Rakyat akar rumput Provinsi Papua dan Papua Barat dan Provins lain Indonesia menunggu janji kata "Karakter building". Apakah janji- janji setahun lalu ini hanya sebuah slogan untuk kemengan politik praktis. 

Keberadaan PT.FI di Tembagapura Papua mengisahkan banyak kasus, dan awal dari pada penjajahan ekonomi dalam Indonesia hingga praktek pemusnaan manusia di bumi  Cendrawasih. 

Dampak lain, tailing (limbah), kerusakahan lingkungan (ekologi) dan smalter diluar hingga (pengangguran makin meningkat), maka perlua evaluasi dan memutuskan kontrak kerja PT.FI Indonesia. (TP).

Post a Comment

 
Top