Oleh : Marinus Gobai : hari aksi Internasional untuk dukungan membebaskan dua Wartawan Asing Asal Prancis.
Teknologi Industri makin meningkat terutama Website resmi media lokal
onlain dari tanah Papua. Pekerjaan hari ini hanya mencari nama-nama
para wartawan serta pemimpin redaksi media lokal yang hendak meledak
dalam waktu singkat ini. Empat kelompok menggelora dalam hal
keberpihakan pemberitaannya di Papua.Dalam hal ini, ada kelompok media
benar-benar independent, ada kelompok media pro Papua Free, ada kelompok
Pro Indonesia dan ada kelompok yang menjaga nama baik media itu
sendiri. Hanya ada kompetisi yang cukup signifikan ini membuat penerima
informasi juga tidak terarah.
Media onlain resmi seperti pro
Indonesia yang tidak pernah mengungkap kasus kemiskinan, ketidakadilan,
namun hanya ada keberpihakan kepada pemerintahan yang notabene gagal
Otonomi Khsusus. Apalagi mereka memberitakan kasus - kasus pelanggaran
HAM di tanah Papua seperti Duri dalam daging. Media–media lokal pro Jakarta seperti Zona Damai Papua, Australiaplus.com, Bintang Papua.com,
Wiyainews.com, masih banyak lagi.
Kelompok media yang independent “mengalami hal yang tidak wajar. Lapangan membuktikan bahwa kelompok ini
mengalami intimidasi, penganiayaan bahkan sampai interogasi dari pihak
aparat. Padahal mereka untuk menceritakan kondisi yang akurat, tajam dan berbobot untuk menceritakan
Papua sebenarnya. Menyimak bahwa media-media lokal akan mejaga semua
nama baik mereka, selain dari beberapa media yang saya kenal seperti
Suarapapua.com, Majalahselangkah Online, tabloidjubi.com.
Malah
kalangan instansi pemerintahan swasta, TNI dan Polri berpandangan sinis
terhadap aktivitas jurnalistik yang dicap tidak lagi menghormati hak-hak
narasumber. Penampilan pers daerah pun banyak menuai kritik dan
dituding oleh Jakarta. Sementara disisi lain banyak contoh kasus dan
kejadian yang menimpa media massa, dan maraknya initmidasi seta
kekerasan terhadap wartawan. Hal lain juga bahwa sering diancam dengan
hecker media onlain resmi pro independent, enta apa alasan yang logis
atau tidak logis. Media independent ini menganggap luka dalam otonomi
khusus yang harus musnahkannya.
Kepopuleran media – media lokal
pro pembangunan di Papua ini diperuntungkan kepada siapa dalam
penyetaraan komunike kepada khalayak. Hasil pengunjung bagi warga juga
sangat minim dikunjunginya. Apa kehadiran media–media ini
menguntungkan pihak Jakarta ataukah pihak luar untuk menguntungkan
sesuatu yang tidak benar. Padahal isi pemberitaan yang memojokan bagi kaum
tertindas dari segi kemiskinan, ketidakadilan dan segala aspek di Papua.
Kehadiran–kahadiran media ini, entah sudah menjamin badan hukum
yang berlaku atau tidak dipertanyakan?. Tanpa persyaratan hukum ini
namun dibebaskan untuk menerbitkan media lokal yang tidak berpengaruh
nyata itu. Pada dasarnya selama 5 tahun terakhir masa kepemimpinan
Jilid II Presiden SBY dalam era otonomi khusus yang gagal makin meningkat
namun kebebasan pers lokal semakin keterpurukan dan kran media lokal
makin kesana makin hancur persaingan sangat dasyat.
Penulis
menyetujui bahwa euforia reformasi pun hampir masuk, baik birokrasi
pemerintahan maupun masyarakat mengedepankan nuansa demokratisasi.
Namun, dengan maksud menjungjung asa demokrasi, sering terjadi "ide-ide"
yang permunculannya acap kali melahirkan dampak yang merusak
norma-norma dan etika. Bahkan cenderung mengabaikan kaidah
profesionalisme, termasuk bidang profesi kewartawanan dan pers pada
umumnya. Entah melanggar kode etik jurnalistik-nya.
Dalam negara
demokrasi wajar saja untuk membebaskan atau menerbitkan media, akan
tetapi dalam kasus ini dalil yang bisa dibenarkan adalah kehadiran untuk
membungkam tuntutan rakyat Papua. Tuntutan yang makin menggelora adalah
Referendum ulang sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua.
Tidak
papa kalian suka bendera merah, ingat teori Dudley Seers ekonomi
terkemuka di Inggris 1969 masih berlaku. Kata dia pembangunan belum bisa
dikatakan berhasil bila sala - satu atau dua dari tiga kondisi, yaitu
kemiskinan, pengangguran,dan ketimpangan sosial berlanjut.
Kemiskinan
: 90 % perumahan warga masih menggunakan atap alang -alang. Menjelikan
lagi fasilitas umum seperti gedung sekolah juga masih menggunakan atap
alang-alang. Silakan ditontong di informasi dalam youtube ini. http://www.youtube.com/watch?v=hrtb39aXCyo&feature=youtu.be. Vidoe
diatas adalah contoh kondisi sekolah dan gedung pendidikan di Paniai.
Ini membuktikan kondisi semua lini tidak nyata di Paniai.
Selain
ini, kebebasan penerbitan media bertentangan dengan kebebasan bagi
jurnalistik asing masuk di Pulau Papua. Para jurnaslistik asing datang
hanya sebagai reporter untuk mengambil situasi terkini yang mana
dijamin hukum kebebasan pers Internasional. Keanehan sejarah mereka
diperlakukan hukum yang tidak adil sampai dipenjarakan dengan pasal yang
tidak produktif yang berlaku bagi warga Papua dan para jurnalistik
asing. Disini ganda hukum (double law) dipertegaskan bagi kaum lemah dan diperlakukan hukum yang tidak sewajarnya sesuai dengan peri
kemanusiaan yang adil yang beradap yang dicanangkan dalam lima sila
sesuai hukum Indonesia.
Kewaspadaan Indonesia terkait akan ada
intervensi pihak asing untuk internasionalisasi masalah Papua di dunia
maka pasal – pasal pelarangan jurnalis makin ketat. Padahal kedatangan
jurnalisitik universal artinya bahwa kemungkinan akan meninjau
perkembangan keberhasilan otonomi, UP4B dan Otsus Plus, selain untuk
meliput tuntutan Papua Merdeka.
Pada prinsip jurnalis asing
dikategorikan dalam kelompok pula ada yang pro Indonesia dan ada pula
yang pro kemerdekaan Papua. Kelompok pro Jakarta seperti ada ikatan
politik, ekonomi bahkan ikatan –ikatan lain yang tak terduga. Ikatan
politik misalnya kelompok liga arab yang pernah mengakui Indonesia
(Sabang- Ambonia) sebagai negara berdaulat penuh.
Segi politik :
terlihat jelas pada tahun 2012 pemberitaan saat pembunuhan Tuan Mako
Tabuni, pimpinan Komite Nasional Papua Barat (KNPB), di TV Aljazeera.Com
atas tanggapan dari Dwi Fortuna Anwar adalah sangat menjengkelkan bagi
kami pihak korban Warga Papua. Pemberitaan yang tidak berimbang dalam
konteks otonomi yang gagal itu.
Segi ekonomi : para kapitalisme asing
yang menggelora misalnya penyelamatan ekonomi asing bagi perusahan- perusahan seperti PT.Freeport, MIFFE, Kelapasawisasi, BIFI dan koorporasi – koorporasi lain
di Papua. Pihak –pihak ini akan membangun sebuah cara yang sisitematis
dan tersturuktur seperti dorongan dialog. Kekayaan dikeruk habis dengan
cara pendekatan kontra aktif hanya penyelamatan ekonomi mereka. Namun
isu hak asasi manusia tidak pernah didorong oleh pemilik korporat –
korporat asing ini. Kasus–kasus di Timika terbukti. Hal lain adalah sampai
kapan pun negara Amerika tidak akan pernah mendorong para jurnalis asing
masuk di Papua.
Para media lokal tadi merupakan satu kesatuan
antara memperpanjang pendertiaan bagi kaun borjuis yang tertindas.
Kompetisi antar media lokal semakin perketat maka untuk itu membuktikan
dalil kegagalan OTSUS dibangun dengan teknik lain. Saya kira bahwa untuk
menceritakan semua kondisi sebenarnya di Papua lebih tepat melalui
youtube di tengah kerinduan wartawan asing masuk di Papua. Youtube
adalah sala- sala media yang terpopuler saat ini untuk menceritakan
kondisi sebenarnya .
Akan Bersambung Ke- 2
Post a Comment